Perjalananku dari Palu ke Kulawi

desa Toro Kulawi
Rumah Adat Lobo Desa Toro

Sebelumnya ku pernah menceritakan perjalananku dari Palu ke Parigi, dan kini ku akan menceritakan perjalananku dari Palu ke Kulawi.
     Kulawi merupakan nama sebuah kecamatan di wilayah kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Kulawi terletak jauh di sebelah tenggara kota Palu. Lembah kulawi dikelilingi oleh taman nasional Lore LinduKelestarian flora dan fauna di daerah ini sangat terjaga. Kearifan adat masyarakat ikut memberi andil terhadap lingkungan yang asri. Hutan-hutan yang masih terjaga turut memberikan suhu udara yang dingin dan sejuk.
     Terbayang-bayang akan kelestarian hutan dan adat masyarakat Kulawi, perjalanan aku mulai. Perjalanan ini tidak kulakukan seorang diri, melainkan bersama rombongan sesama mahasiswa arsitektur Universitas Tadulako dalam rangka Studi Ekskursi Arsitektur Vernakular Rumah Adat Lobo.
Mahasiswa UNTAD
Rombongan Mahasiswa Arsitektur Universitas Tadulako

     Jumlah kami yang mengikuti kegiatan ini kurang lebih lima puluh orang. Ketua panitia kegiatan membagi kami menjadi dua rombongan. Satu rombongan pengendara-pengendara motor, dan satu lagi rombongan yang dibagi untuk menumpangi dua buah mobil. Setelah melakukan briefing dan berbenah-benah, kami siap untuk berangkat. Kemudian kendaraan yang kami tumpangi pun beranjak dari tempatnya.
     Keberangkatan ku bersama teman-teman sempat mendapat masalah. Belum jauh dari tempat kami memulai perjalanan, mobil yang ku tumpangi mogok sebab kehabisan bahan bakar. Masalah ini cepat kami tangani sehingga perjalanan dapat kami lanjutkan.
     Jarak demi jarak telah di tempuh, banyak daerah-daerah yang telah terlewati, entah daerah apa semua namanya. Saat melewati kecamatan Gumbasa terlihat pemandangan bendungan air yang tertata rapi. Bendungan itu cukup besar dengan sungai yang mengalir indah untuk mengairi sawah-sawah hijau yang terbentang luas. Wah.. menakjubkan pesona alam ini.

Di tengah perjalanan, langit mulai gelap pertanda hujan akan turun. 
     Ternyata benar, selang beberapa waktu hujan pun turun. Rombongan teman kami yang menaiki sepeda motor berhenti dan berteduh. Mobil open yang ku tumpangi tetap tidak berhenti. Aku dan teman-temanku yang menaiki mobil open basah kuyup namun kami tetap bersenda gurau dan tertawa bersama. Ha ha ha, senangnya merasakan momen ini.
     Perjalanan semakin jauh, jalan mulai menanjak berkelak-kelok dan suhu pun berubah dingin. Aku memperhatikan jalan, pohon, gunung, dan jurang di sekitar ku. Jalannya cukup sempit, banyak lubang, dan sering terjadi longsoran tanah dan batuan gunung. 
     Jalan yang buruk membuat rute perjalanan ini sangat berbahaya. Sempat kami melihat pengendara motor yang berboncengan nyaris terjun bebas ke dalam jurang. Pengendara itu dari jalur berlawanan terhadap arah kami, tepat setelah tikungan ke kanan mereka mendapat jalan yang runtuh ke jurang. Beruntung pengendara itu berhasil melakukan pengereman mendadak. Kejadian itu sangat mengejutkan kami yang melihatnya. Peristiwa pengendara motor tersebut menjadi bahan cerita kami selanjutnya. 
     Tak terasa kami sudah semakin tinggi di atas pegunungan. Aku telah melihat pintu gerbang yang menuju objek wisata danau Lindu. Sayangnya tidak ada agenda wisata dalam studi kami ini. Selanjutnya aku juga melihat pohon pinus berjajar, ladang jagung tertata, bunga-bunga lembab khas pegunungan yang indah, kebun-kebun tanaman cokelat, dan sawah menyerupai karpet hijau di lembah. Wah... Cukup indah menurut ku, sebab pemandangan-pemandangan seperti ini tidak ku lihat setiap hari.
Sawah Desa Toro
Pemandangan sawah pedesaan

     Hari mulai senja, kami melihat lembah Kulawi dari atas bukit, pertanda perjalanan hampir berakhir. Namun setelah tiba di Kulawi, perjalanan masih tetap berlanjut. Berikutnya kami akan menuju desa Toro yang merupakan daerah tujuan studi kami.
     Matahari telah terbenam, kami tak kunjung tiba di desa Toro. Suka duka perjalanan ini bersama kami rasakan. Seketika mobil tak dapat menanjak di tanjakan yang panjang. Bersama kami turun untuk mengurangi beban pada mobil. Aku bersama beberapa teman berjalan kaki mengangkat barang-barang menaiki tanjakan sedangkan yang lainnya membantu mendorong mobil. Lingkungan di sekeliling kami sangat gelap, hanya ada cahaya dari lampu mobil dan telepon-telepon genggam kami. Mobil pun berhasil menaiki tanjakan, kami juga kembali menaiki mobil. Mobil dapat kembali berjalan normal menempuh jarak demi jarak.
     Hore! kami pun memasuki gerbang desa Toro. Meski dalam kegelapan saya masih bisa melihat gedung Storma di sebelah kanan. Gedung Storma merupakan tempat penginapan para peneliti. Namun kami tidak tinggal di Storma sebab telah ada kelompok peneliti yang lebih dahulu menempatinya. Kami akan tinggal di rumah-rumah warga yang juga menyediakan penginapan.
diskusi desa Toro
Diskusi tentang Desa Toro
     
   Mobil berhenti pertanda perjalanan berakhir. Kemudian kami turun dan menuju ke rumah warga yang diterangi cahaya pelita. Rombongan kami disambut tuan rumah dengan baik.

Sekian cerita perjalanan kami dari Palu ke Kulawi.
Dalam kunjungan ini #kakarmand jadi tau cerita rakyat tentang sejarah terbentuknya Ngata Toro.


(oleh, M. ARMAND ZURHAAR | kakarmand.blogspot.com)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »