Oleh : Nurdiansyah Lakawa
Banyak generasi kita belum paham apa yang dimaksud dengan Kaili. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Kaili itu?
Bagaimana karakter orang Kaili sesungguhnya?
Bapak mengatakan orang Selatan tak perlu dibilang, sebenarnya seperti apa hubungan Selatan dan orang Kaili?
Apa ada silang budaya (akulturasi) yang tampak pada keduanya?
Akulturasi antara alat pertanian dan peristiwa ekonomi.
Bagaimana karakter Kerasnya orang kaili itu?
Jika ada kekerasan yang melibatkan masyarakat Kaili dalam perpolitikan?
Bagaimana sikap kita dengan pemimpin?
Nah itu orang Kaili, tentunya dia taat dengan orang Kaili, bagaimana dengan pemimpin yang bukan orang Kaili?
Apa hal yang paling peka menurut masyarakat Kaili, agar jangan pernah diusik?
Apakah dengan sikap keras itu kita (orang Kaili) mudah marah?
Beberapa aksen dan logat bahasa Kaili terdengar kasar, apa itu juga merupakan gambaran watak kita?
Untuk keramahan, apa ada simbol-simbol filosofis pada budaya Kaili?
Apa pesan bapak, kepada kita orang Kaili?
@Rumah Baca Tinta Pelangi
Tjatjo Tuan Saijhu |
Tjatjo Tuan Saijhu, barangkali sudah banyak yang mengenal sosok
lelaki sederhana ini. Ia adalah penulis, sastrawan dan juga budayawan.
Salah satu tulisannya adalah “Soyo Lei”, atau semut merah.
Semut merah
adalah penggambarannya pada masyarakat Kaili yang senang bergotong
royong dan bekerjasama, tapi jangan diusik.
Begitulah pria yang
bernama TS Atjat ini menggambarkan Suku Kaili, suku asli daerah ini.
Rasa kepemilikan dan kepeduliannya kepada Kaili sangat kental.
Kepada,
Nurdiansyah Lakawa, Jum’at (7/1/2011), di kediamannya, ia menjelaskan
karakterisitik masyarakat Kaili. Berikut petikannya:
Banyak generasi kita belum paham apa yang dimaksud dengan Kaili. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Kaili itu?
Kaili
merupakan nama kayu besar dan paling kuat. Sekarang kayu masih ada,
kayu kaili ini masih ada di Batusuya. Di sana ada kayu satu besar di
dekat pantai. Kayu kaili sebenarnya lambang kebesaran masyarakat di sini
saat Palu ini belum tercipta. Dia menjadi lambang kebesaran orang-orang
terdahulu.
Di wilayah Bangga, atau di pelabuhan Bangga dulu dia (kayu kaili) berdiri. Dia juga disebut dengan tirotasi atau pohon yang menghadap ke laut. Tiro itu menghadap dan tasi
itu laut. Jadi dia menghadap ke laut. Dan itu menjadi mercusuar orang
luar yang masuk ke Sulawesi Tengah saat itu. Jika pelayar dari luar
melihat kayu tinggi itu, orang sudah tahu, oh itu sudah pohon Kaili, dan
mereka berlabuh di pelabuhan.
Bagaimana karakter orang Kaili sesungguhnya?
Orang
kaili itu sangat ramah, tidak memilih siapa yang menjadi kawan. Tapi
jangan diusik. Kalau mau baik-baik, maka orang kaili akan baik-baik.
Tapi kalau mengusik, orang Kaili akan marah.
Makanya orang luar
datang ke sini merasa betah. Karena orang kaili mudah menerima. Buktinya
dulu dia ramah dengan orang-orang Dayak, Banten, Tidore, Sumatera
Barat, dengan orang selatan tak usah di bilang.
Bayangkan saja,
dulu itu banyak jawara-jawara Kaili yang pergi mengajarkan ilmu
beladirinya di Banten. Sama dengan Kaltim. Sampai hari ini pusaka-pusaka
orang Dayak bisa kita temukan di beberapa tempat. Saya dengar salah
satunya pusaka mereka ada di Kolakola. Pusaka mereka berupa tameng. Dan
coba lihat, ada kesamaan antara parangnya orang Dayak dengan guma (parang khusus) Kaili. Tapi tetap beda dalam pembuatan, guma membuatnya dengan supranatural dan natural. Islam masuk di Sulteng juga karena orang di sini mudah menerima siapa saja.
Bapak mengatakan orang Selatan tak perlu dibilang, sebenarnya seperti apa hubungan Selatan dan orang Kaili?
Hubungan
Bugis dan Kaili adalah hubungan yang sangat erat. Pada abad ke-9 antara
adat Bugis dan Kaili sudah terjalin. Bugis yaitu Kerajaan Luwu dan
Kaili adalah Kerajaan Sigi. Keduanya saling bersahabat. Pernah terjadi
saling tukar pusaka di antara keduanya, yaitu mereka saling memberi
pusaka parang yang gagangnya terbuat dari tulang paha wanita 14 tahun.
Kerajaan Luwu memberikan parang yang gagangnya terbuat dari tulang
wanita 14 tahun dan Kerajaan Sigi pun memberikan guma yang gagangnya
terbuat dari tulang wanita 14 tahun. Bayangkan saja, persaudaraan itu
harus mengorbankan manusia. Sampai-sampai di kerajaan Luwu ada ruangan
khusus yang diperuntukan bagi tamu dari Kaili. Saya tidak tahu apa
ruangan itu masih ada, tapi dulu saya tahu sekali itu ada.
Apa ada silang budaya (akulturasi) yang tampak pada keduanya?
Akulturasi antara alat pertanian dan peristiwa ekonomi.
Bagaimana karakter Kerasnya orang kaili itu?
Jika
berbuat kesalahan dengan orang Kaili, orang Kaili mudah memaafkan.
Namun jika sampai pada puncaknya dia akan meledak, orang Kaili pasti
akan marah. Ane boli, boli! Ane ala, ala!, artinya kalau kamu
simpan, simpan saja, tapi kalau kamu ambil, ambil saja! Jadi kalau mau
perang, ya kita perang, tapi kalau mau damai, damai!. Jadi kita tidak
memulai.
Jika ada kekerasan yang melibatkan masyarakat Kaili dalam perpolitikan?
Kalau
ada seperti itu, itu bukan lagi budaya Kaili namun itu adalah
kepentingan politik. Makanya itu harus diubah dengan memahami lebih
dalam tentang budaya kita sesungguhnya.
Bagaimana sikap kita dengan pemimpin?
Kita
sangat menghargai pemimpin. Dulu dikisahkan, ada orang kaili yang
mencuri sapi kemudian dikejar oleh masyarakat. Dia lari ke depan Istana
raja. Karena si pencuri lari ke depan rumah raja pertanda minta
perlindungan. Ketika raja melihat itu, raja langsung membuang songkoknya
di depan masyarakat dan akhirnya masyarakat berhenti mengejar. Itu
tandanya raja meminta untuk tenang. Mereka sangat taat dengan raja,
padahal hanya dengan memberikan isyarat seperti itu.
Ketika pecah
konflik di Inpres, Paliudju (Gubernur Sulteng, HB Paliudju) datang ke
atas gunung (ke salah satu komunitas Kaili yang berkonflik) meminta
untuk berdamai. Dan mereka mendengarkan apa yang dikatakan oleh
Paliudju. Itu tandanya orang Kaili sangat taat kepada pemimpin.
Nah itu orang Kaili, tentunya dia taat dengan orang Kaili, bagaimana dengan pemimpin yang bukan orang Kaili?
Orang
Kaili terima siapa saja, hanya saja apakah dia (pemimpin) melihat kita
sebelah mata. Dan saya kira siapapun dan dimanapun pemimpin tentunya
tidak akan disukai jikalau memandang sebelah mata.
Di daerah ini
juga pernah dipimpin bukan orang kaili. Kita pernah dipimpin orang
Batak. Dan orang Kaili tidak mempersoalkan siapa memimpin mereka. Yang
penting bagi orang Kaili bagaimana caranya orang-orang itu memimpin.
Apa hal yang paling peka menurut masyarakat Kaili, agar jangan pernah diusik?
Ya
kehotmatan sebagai marga. Itu yang paling tidak disukai oleh orang
Kaili. Namun sayang, dengan masuk budaya-budaya luar banyak kebudayaan
Kaili yang terlupakan. Itu harus dikembalikan! Termasuk bahasa, adat
istiadat yang sudah hilang. Tapi tidak semua adat istiadat mesti
dikembalikan. Saya menulis buku tentang adat istiadat. Mungkin 2011 akan
terbit.
Apakah dengan sikap keras itu kita (orang Kaili) mudah marah?
Itulah
yang saya sesalkan. Sebenarnya ada perubahan karakter pada masyarakat
Kaili. Sesungguhnya kita lebih ramah daripada mudah marah. Ini karena
kita terlalu lama terkungkung dalam penjajahan. Padahal penjajahan di
Sulteng ini hanya 40 tahun. Sebelum tahun 1904-an kita berani menantang
orang Belanda, namun dikarenakan politik adu domba orang Belanda dengan
persenjataan kuat, Raja disini tunduk. 1904 beberapa raja tunduk dan
menyepakati Kontrak Varklering dengan Belanda. Dari sekitar Abad ke-16
kita sudah dijajah tapi kita melawan. Nanti pas kontrak itu baru kita
tunduk.
Istilah saya, ada dua sistim di negara ini yang merubah
watak kita, yaitu sistim kelicikan Belanda dan sistim kesadisan Jepang.
Jadi tauran dan konflik konflik sebenarnya diakibatkan oleh
berpuluh-puluh tahun kita dijajah, sehingga watak kasar itu masuk pada
orang Kaili, padahal itu bukan watak Asli orang Kaili. Karena terlalu
lama dijajah watak kita sangat keras, kita tidak kembali pada budaya
asli, yang sebenarnya kita sangat ramah.
Beberapa aksen dan logat bahasa Kaili terdengar kasar, apa itu juga merupakan gambaran watak kita?
Itu
tidak benar. Aksen bahasa yang keras bukan watak orang Kaili. Sebab
itu terlahir dari kondisi geografis yaitu dekat gunung ataupun dekat
pantai. Jadi bicaranya harus keras karena kondisi. Jadi sebenarnya tak
ada hubungannya dengan watak orang Kaili. Kita sangat ramah
Untuk keramahan, apa ada simbol-simbol filosofis pada budaya Kaili?
Itu
kentara pada simbol-simbol rumah orang Kaili. Lihat saja rumah orang
Kaili dulu, di atasnya di bagian tepi atap ada kayu yang diukir
sedemikian indah. Itu menunjukkan orang Palu sangat mencintai keindahan,
mereka menghormati rasa seni. Keharmonisan. Sedangkan ukiran tanduk
yang paling di atas itu merupakan simbol kebesaran. Namun simbol-simbol
itu sekarang hampir punah.
Oh iya, ada yang menarik dari
istananya orang Kaili, di depannya ada dua tangga untuk naik ke teras.
Jadi itu tangga adalah tangga bagi perempuan dan tangga bagi laki-laki.
Posisinya sama, sejajar naik di atas istana. Itu tandanya bahwa Kaili
ini sangat peduli jender. Jadi jauh sebelum ilmu emansipasi jender orang
kaili sudah mengutamakan emansipasi.
Pahlawan orang kaili itu
banyak juga yang perempuan, misalnya Tondei, Ranginggamagai. Itulah
sebabnya dulu disini juga yang memimpin perempuan, seperti, Ratu
Nilinoa di Sigi, Ratu Marukaluli di kerajaan Likuwakena kemudian Ratu
Sabina di kerajaan Banava.
Apa pesan bapak, kepada kita orang Kaili?
Pesan
saya, kembalilah pada budaya asli milik kita sendiri! Perhatikan
kebudayaan kita! Jaga eksistensi diri kita sebagai masyarakat kaili!
Karena sesungguhnya kita tidak mau tercabik-cabik oleh budaya luar.
Hormati kearifan lokal! Hargai pemimpin! Sebaliknya pemimpin juga mesti
menghargai rakyatnya, apalagi orang-orang Kaili! ***
@Rumah Baca Tinta Pelangi
5 komentar
Write komentarsaya suka ini
Replyinfo penting untuk di-share, terus tulis ttg budaya & wisdom masy palu/sulteng. slm kenal
Reply@dunia kocok:
Replyya! saya juga suka dengan tulisan 'Kaili itu Ramah, Tapi Jangan Diusik' karya jurnalis Nurdiansyah Lakawa ini..
@Kang Nur:
Salam kenal juga.
Terima kasih atas apresiasi dan saran Kang Nur.
Saya suka ini walau sy bukan orang kaili -- cuma penikmat senjata tradisional. Kita satu rumpun sajalah pak sama-sama rumpun melayu.
Replysemoga niatan bapak berasil. Hidup tanpa tradisi itu seperti orang yang berjalan linglung :)
Bagi saya Sejarah tanah kaili gak ada yg bisa di percaya, kenapa saya bilang begitu..?
ReplyKita membaca sejarah dari fersi si A, tulisanya hanya membesar-besarkan kelompok/fam/marga mereka, begitu juga sebaliknya Fersi si B juga hanya membesarkan kelompok/fam/marganya..
Intinya sejarah tanah kaili tak ada lagi sumber yg terpercaya semuanya bermuatan politik dan kebohongan..
Wasalam..
Putra kaleke
EmoticonEmoticon