Latar Belakang Sejarah Desa Watunonju, Sulteng

sulawesi tengah watunonju megalithikum
Gambar lumpang batu megalitikum
     Desa Watunonju terletak di Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Penduduk asli Watunonju berasal dari Sigimpu (benar-benar Sigi) yaitu suatu daerah di bagian Palolo sekitar 28 km dari Watunonju. 

     Dahulu daerah Watunonju merupakan hutan dan ketika itu daerah watunonju belum dihuni oleh manusia. Manusia zaman itu hidup berkelompok dan selalu tinggal berpindah-pindah, tetapi ketika telah tumbuh pengetahuan tentang bercocok tanam mereka umumnya tinggal di daerah pegunungan.

     Kelompok manusia yang akan menjadi penduduk Watunonju adalah suatu kelompok yang bernamakan Hilonga. Mereka hidup di daerah Sigimpu. Pekerjaan mereka yaitu berburu binatang serta bercocok tanam.

     Sebagai kebiasaan setelah panen, mereka mengadakan pesta syukuran yang bernama Movunja (pesta panen). Kemudian untuk kelengkapan acara, sebelum memulai pesta mereka berburu binatang sampai ke bukit yang banyak batu berlubang, menyerupai lesung. Ketika mereka ingin memulai pesta syukuran terjadi bencana banjir karena terjadinya semburan lumpur dari dalam tanah. Banjir itu pun membuat genangan air yang luas dan disebut danau Ranotiko (sekarang ini, danau itu telah menjadi lembah). Bencana itu banyak memakan korban jiwa. Beruntungnya orang yang tidak mengikuti pesta itu selamat dari bencana. Menurut hasil penelitian, orang-orang yang selamat segera melarikan diri ke daerah Lindu, daerah Palolo, daerah Bodi Lemontasi, Vatung Gede dan ada juga yang lari menuju perbukitan yang semula mereka temukan ketika berburu (daerah Watunonju).

     Orang-orang dari kelompok Hilonga yang lari ke perbukitan itu (daerah Watunonju) mengadakan upacara adat yang mereka sebut Mampasulemanu. Upacara itu bertujuan untuk mengetahui tentang masalah layak atau tidak layak mereka tinggal menetap di Watunonju. Upacara itu dipimpin oleh tetua adat mereka, dan hasil akhirnya yaitu mereka layak tinggal di daerah itu.

     Seluruh daerah itu awalnya merupakan hutan, akan tetapi karena mereka tinggal kini separuh dari hutan itu merupakan tempat pemukiman mereka. Daerah itupun mereka namakan Watunonju (bahasa Suku Kaili yang berarti lumpang batu) kerena banyak mereka temukan lumpang batu atau batu yang berlubang. Akhirnya mereka merupakan cikal bakal penduduk Watunonju.

Penelitian-penelitian lumpang batu di Watunonju

taman purbakala watunonju sulawesi tengah
Taman Purbakala Watunonju
     Lumpang batu di Watunonju, pertama kali diteliti oleh dua orang ilmuan sekaligus misioner Belanda yang sempat mengkristenkan Sulawesi Tengah terutama di Kabupaten Poso yaitu ketika Indonesia masih dijajah oleh Belanda. Mereka adalah Albert Qruit dan Adrian. Setelah mereka mengajarkan agama Kristen di seluruh Poso mereka lalu mengajarkan agama Kristen di Palu. Setelah itu ia meneruskan misinya ke daerah Sigi Biromaru. Namun misi mereka sangat ditentang oleh Raja Karanjalemba yang mempunyai wibawa dan pengaruh yang sangat kuat. Dua orang misioner tersebut pun pergi dari Watunonju karena keberanian Raja Karanjalemba. Tetapi Albert Qruit dan Adrian pergi tidak dengan tangan kosong, mereka sempat mengadakan penelitian yang pertama kali terhadap peninggalan arkeolog di daerah Watunonju yang berada di Kecamatan Sigi Biromaru tersebut yaitu penelitian terhadap lumpang batu pada tahun 1898 Masehi.

     Khusus orang Sulawesi Tengah yang pertama kali meneliti adalah Masyudin Masyuda (seorang budayawan Sulawesi Tengah) pada tahun 1972.

     Peneliti yang kedua yaitu Dr. Herry Sukendar pada tahun 1975. Ia menamukan empat belas buah lumpang batu. Dia memelihara batu-batu tersebut dengan membuat lembaga kebudayaan di Watunonju pada tahun 1978 dan dikembangkan lagi tahun 1979. Tahun 1983 Desa Watunonju pun diresimikan oleh Hariyati Subagyo (mentri sosial saat itu) sebagai suatu objek sejarah.

     Sejak Desa Watunonju menjadi suatu objek sejarah yang resmi, saat itu pula mulai berdatanganlah peneliti-peneliti yang lain. Salah satu contohnya antara lain para pelajar yang ingin menyelesaikan materi mata pelajaran sejarah di sekolah.

Semoga bermanfaat 
(narasumber: Tim Guru Sejarah SMA Negeri 3 Palu)
(tulisan dan gambar, oleh: M. Armand Zurhaar | kakarmand.blogspot.com)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

5 komentar

Write komentar
Tuesday, 9 November 2010 at 17:10:00 GMT+8 delete

@mEe_nHa:
sumbernya langsung berdasarkan hasil penelitian saya dan teman-teman kelompok di Taman Purbakala Watunonju.
ketika sekolah di SMA Negeri 3 Palu..
Bapak Ahmad Anton yang banyak memberikan cerita sejarahnya kepada kami..

Reply
avatar
Monday, 14 February 2011 at 13:42:00 GMT+8 delete

wah..sdh ngepost duluan nih. boleh utk bahan pelajaran sejarah.

Reply
avatar
Wednesday, 6 April 2011 at 20:02:00 GMT+8 delete

@Tesa Ntotua:
Wah.. silahkan Ibu.
boleh utk bahan pelajaran sejarah. ^^

Wah.. ternyata ini dengan Ibu Heny.
Guru sejarah kami di SMA Negeri 3.
hmm..
tp dengar2 sekarang Ibu sudah pindah mengajar di SMADANI kan?

terimakasih telah berkomentar.
Assalamu'alaikum.

Reply
avatar
Saturday, 7 September 2013 at 15:32:00 GMT+8 delete

penelitian tahun berapa ini,.. soalnya saya anak watunonju

Reply
avatar